Sabtu, 12 Juni 2010

SAJAK-SAJAK: FITRI YANI dan LAILA AWALIA

Lampungpost, Minggu, 13 Juni 2010

SENI BUDAYA

Fitri Yani

Kisah di Pagi Hari

lapangan rumput begitu sunyi

bulir-bulir embun meleleh sendiri

setelah semalaman menyatukan diri

(2009)


Lelaki Kepada Kekasihnya

cintaku padamu:

rumah perak di tengah belantara

tamannya adalah kata-kata

yang kutanam di hatimu.

(2010)


Malam di Atas Sampan

bintang di angkasa berserakan

berjatuhan di sungai

lelaki tua memungutnya

ke dalam sampan

(2009)


Menunggu

ada yang hidup dari rindu

tumbuh

di dalam kalbu

dan setiap malam

datang membelai

dengan syahdu.

(2010)


Putaran Debu

desau kemarau

berasap biru

anak hujan tertidur

di balik rerumputan

di putaran debu

jelas kulihat rautMu

(2009)


Laila Awalia


Di Liang Cerita

Di mana kan kukubur duka?

di liang ceritamu yang kau pesan beberapa hari yang lalu

di pekuburan luka tempat kau biasa memetik kamboja:

bunga mati yang tak bisa diam melihat sejarah

selalu ada kisah sebelum kamboja jatuh ke tanah

Natar, 10 Maret 2010


Jangan Menangis

Ketika Aku Tak Ingin Mendengarmu Berpuisi

: dinda

Aku tak ingin lagi mendengarmu berpuisi

simpan sajalah kata-katamu sebagai warisan untuk masa ketika aku tak lagi bisa melihatmu

atau untai saja sajak-sajakmu itu jadi hujan agar bisa kupajang sebagai tirai tepat di depan pintu ruang hatiku

jangan pernah menangis di depanku ketika aku bilang aku tak suka puisimu

untuk apa uraikan air mata?

simpan sajalah sebagai mutiara untuk masa ketika aku tak lagi bisa bersamamu,

dinda

Natar, 1 Maret 2010


Hari Ini, Ayah

-untuk rindu

Terhempas kenangan

tentang ayah

kasih yang membayang dalam perjalanan

rindu yang terhatur di setiap tutur

cinta yang terikat tanpa paksaan

berhembusnya, lembut seperti bayu di pucuk rumput

melagunya, syahdu

o, waktu yang membawa kenangan

mengabadilah dalam doa-doa diri, selepas berserah diri

Natar, 20 September 2009


Senja dan Jendela

Pada bola matamu

kupahat senja dari jendela

yang setiap hari selalu jadi teman tanpa keluh

- tak ada senja yang abadi -

selalu kulihat dari matamu

yang entah sejak kapan

bisa mengerti bahasaku

- maka kupahat ia dari jendela

sebab tak ada lagi yang bisa kuabadikan untuk sebuah kenangan

bersama waktu yang sebentar jua akan senja –

Sedang kau terus pula memahatku

dalam pandanganmu

hingga tak ada saat ku bisa mengelak

ketika matamu mengajariku bahasa berbeda

bahasa senja yang lain

yang bisa lahirkan warna yang lain

untuk jadi teman bermain

bagi hari-hari di jendela

yang selalu terbuka

Natar, 22 April 2008


Ini Rumah Kita

: Adhitya

Ini rumah kita, Adhitya

tempat dulu cinta melahirkan kita dalam selimut sejarah

lalu membesarkan kita dalam asuhan katakata

dan mendewasakan kita dengan berjuta kisah

ini rumah kita, Adhitya

tempat kita menuang air mata ke dalam mangkuk-mangkuk cerita

ketika tak lagi ada obat untuk tawarkan duka

tempat kita mengobati luka dengan bahasa

ketika cinta ternyata mampu mengkhianati kita

ini rumah kita, Adhitya

tempat bunda selalu ajarkan berbagi rasa

tempat ayah selalu tunjukkan bahwa kita bisa

ini rumah kita, Adhitya

tempat dulu kita diberi nama:

Cinta

Natar, 3 Maret 2010

------------

Fitri Yani, lahir 28 Februari 1986. Alumnus FKIP Universitas Lampung ini beberapa puisinya terpublikasi di beberapa media cetak dan antologi bersama. Dia mendapat penghargaan sebagai lima terbaik cipta puisi Radar Bali Literary Award 2009.

Laela Awalia, lahir di Natar, 5 April 1986. Puisi dan cerpen anggota Forum Lingkar Pena (FLP) Lampung ini dimuat beberapa media.