SENI BUDAYA
Dirimu yang Tak Pulang
Akan kuberikan semua yang kau minta. Tak ada yang kuambil darimu
selain kenangan. Aku khawatir kau membuangnya di jalan. Ketika
kau merindukannya, aku masih punya. Percayalah, hidup hanyalah
lingkaran kecil yang itu-itu juga.
Kukembalikan semua yang pernah kuambil. Tak ada yang kusembunyikan darimu
selain ingatan. Aku khawatir masa lalu tumbuh besar di musim hujan.
Kau akan terjerat oleh akar-akarnya, hingga tak bisa ke mana-mana. Percayalah, dunia
hanyalah bulatan sederhana yang memulangkanmu ke jalan yang sama.
Telah kuberikan semuanya. Telah kukembalikan seluruhnya. Apa yang pernah kuambil,
apa yang sempat kau pinta. Keseluruhan yang merupakan dirimu yang tak pulang.
2009
masih adakah yang mendoakan aku kini?
setiap kali tersesat aku menemukan jalan untuk kembali
menemukan ia yang tengadah kepada tuhan
siapakah lagi yang mendoakan aku dengan sungguh
menggantikan ibu yang nyaris habis batang tubuhnya
untuk segala yang kuambil, untuk semua doa yang kuborong
aku menginginkan sebuah doa
dari seseorang selain ibu, seperti dulu
—yang aku yakini benar akan adanya—
untuk seluruh diriku yang pencemas
untuk seluruh pulang yang melulu gamang
agar aku tak ragu untuk menyeberang
selamatkan aku dari fitnah
dengan doamu yang tulus dan diam-diam
meski tak kutemukan dirimu sedang tengadah
ketika aku selamat pulang
2009
sebagai hujan telah ia maklumi takdirnya
-lenyap sebelum sampai lautan.
"hujan sialan," jerit seorang gadis
dari jendela kamarnya, membayangkan
kencan yang barangkali berantakan.
hujan sialan katanya. inilah yang
ia susahkan dari putaran takdir
:satu berkehendak, yang lain menolak.
padahal sebagai hujan
ia maklumi nasib buruknya;
mengulang-ulang itu kisah
dari langit kembali ke langit
dari laut berhasrat ke laut
dari yang banyak ke tiada.
betapa payah ia mengangkut
ingatan demi ingatan.
kesedihan menggayut di tetesnya yang kecil
kenangan selalu begitu tak mau jauh, tak pernah jemu
:padang hijau, rumah tenggelam, tanah retak,
hutan merana, ember kecil
dan ludah si jalang itu
padahal sebagai hujan
telah ia maklumi takdirnya
sejak mula.
des 08
sebab rindu tak memiliki pintu
kau boleh memasukinya dari arah mana pun
salipkan aku kekasih, di hatimu
agar tak ada lagi yang pergi
sesiang ini, di kota yang ramai ini
orang-orang hibuk dengan diri sendiri
dan enggan berbagi dingin
aku tak berani keluar rumah
tak bisa ke mana-mana
lalu jika kau pergi, aku bisa menguntit diam-diam
aku ingin melihat keramaian
tanpa terlihat siapa pun
di hatimu, di hatimu
kutemukan tempat ternyaman untuk
berbagi rindu dan rasa sepi
jangan biarkan dirimu kosong
orang-orang, dengan kesibukan yang monoton
menyembunyikan sepi di ketiaknya
sedang dingin mengepung kita dari sudut mana pun
matahari, matahari menumpangkan lemari es
di kulit kita yang gosong
garam telah diangkut laut ke muara jauh
sebab rindu tak memiliki pintu
biarkan aku sembunyi di hatimu
di luar, terlalu menakutkan
dan aku tak ingin berbagi rasa dingin dengan siapa pun
mungkin juga denganmu, sebenarnya
yogyakarta, 2009
tubuh api
tubuhku adalah api
yang berhadapan denganku
bertarung dengan matahari
diriku menyala-nyala
setiap peristiwa, setiap ingatan
terbakar di kepalaku yang sempit
dadaku telah lama hangus
tulang-tulangku adalah gugusan kayu api
darahku sumber kemarahan
yang terpancar di setiap kata dan tindakan
jika kau menatap mataku
kau akan terbakar oleh amarah
yang tercipta dengan sendirinya
sampai kau tak ada dalam diriku
tubuhku adalah api yang penuh marah;
jari, kuku, rambut,
leher, cuping telinga, hidung, gigi dan lidah
anak-anak api yang menyambar-nyambar
kau yang bermain-main dengan korek dan minyak
bersiaplah untuk terbakar
tinggalkan aku sendirian
atau kau akan musnah bersama diriku
api ini adalah dendam
yang tersusun sedemikian rupa
betapa tipisnya batas antara rindu dan dendam
betapa dekatnya sayang dengan api
kau akan terbakar
setiap kali menatapku, kini
januari 2009
Indrian Koto, lahir 19 Februari 1983 di Kenagarian Taratak, kampung kecil di Pesisir Selatan Sumatera Barat. Menyukai sastra dan terus belajar mendalaminya. Mahasiswa Sosiologi di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Aktif di Rumahlebah Yogyakarta dan Rumah Poetika. Beberapa tulisannya berupa cerpen dan puisi dipublikasikan di media massa, juga termuat dalam beberapa antologi bersama.