Copyright © 2003 Lampung Post. All rights reserved.
Minggu, 20 Juni 2010
Juru Selamat Pertama
(percepatan)
kau, mungkin, baru saja selesai mandi. "Tidak lupa menggosok gigi. Habis mandi kutolong ibu. membersihkan tempat tidurku. Bantal guling bau pesing" Dan aku, mungkin, baru saja menyelesaikan administrasi. "Anda harus mendaftar jika ingin masuk penjara. Jika anda ada uang, bisa kami percepat". Anda tahu, sebelum masuk penjara saja, kami harus mengantri. Dua jam, mungkin, dari anda mandi sampai mengentri data lagi.
Juru Selamat Kedua
(gravitasi)
kau tahu, apa yang paling kutakutkan? Medan gravitasi. tapi kali ini, dia (mungkin) bisa jadi penyelamatku dari masalalu. Aku bukan orang yang takut dengan ketinggian. seperti yang kau duga sebelumnya. Tapi aku memang takut jatuh. Semula aku percaya, jika kita tidak terpaksa sedikitpun terjun dari suatu ketinggian; pada saat itulah kita sadar; ketinggian bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti. Tapi sebuah harapan. Mungkin juga sebuah 'aksen' tegas betapa aku memang berjarak denganmu. Ketika kau membaca blogku ini, kau harus yakin, jarak di antara kita, sesunggunya hanyalah sebuah konversi dari kilobyte ketinggian. Tak sampai 10 m untuk jatuh.
Juru Penanya Pertama
mengapa kau lari dariku? Mengapa kau ingin jauh dariku?
mengapa pergi selalu lebih dekat denganmu?
seandainya, masalalu, dapat kita tempuh dengan berjalan kaki saja,
tentu kau tahu jawabanku. Tentu.
Pergi dari Rumah
mengapa kau ingin pergi dari rumah, sayang? Apa yang kelak kau santap di luar sana
hanya bau merica. Tak ada bumbu sempurna. Tergantung kita merasakannya.
kau ingin pergi juga? Sebentar lagi senja. Dan rumah-rumah yang akan kau tatap
seperti tampak tanpa penghuni. Taman halaman sepi. Atau sebuah kecelakaan panjang,
kita larut berbincang di teras depan. Dasar tak tahu aturan. Orang-orang mengatai kita,
bahwa setiap senja, kita telah tidak setia. Seharusnya kau bicara, pengertian selalu berawal
dari rencana. Setelah senja, kita memilih pergi dari rumah. Beberapa tetangga, melihat-lihat saja.
Konsisten
kita telah memilih jalan ini untuk berbalapan.
tanpa percakapan; atau sebuah pukulan.
tak ada yang terpaksa; atau sebuah pistol di tangan.
selintas memang, kau melihatku agak marah,
rumah yang telah lama kita bangun,
hancur; atau terlanjur digusur.
“surat rumah kita tidak lengkap,” katamu.
tapi cinta kita lengkap.
seseorang, yang mungkin kamu, terlanjur
tidak berkata-kata; atau menanyakan
silsilah tanah, keringat tumpah, sesayat darah
yang turun-temurun terkubur bersama,
seseorang yang mungkin kamu; tetangga.
kita, atau mungkin kamu, telah memilih jalan ini,
yang terlanjur diproyek menikung, dan tentu tahu
resiko salah berhitung.
-----
Oky Sanjaya
, lahir di Sanggi, Lampung, 13 Oktober 1988. Sedang belajar di Jurusan PMIPA Fisika Universitas Lampung. Bergiat di Yayasan Sekolah Kebudayaan Lampung (SKL).