Selasa, 27 Juli 2010

SAJAK-SAJAK

cek

Copyright © 2003 Lampung Post. All rights reserved.
Minggu, 25 Juli 2010

Asrina Novianti

Ciumanmu

aku lengkapkan cuaca

seperti terus kuburu dirimu

di sepanjang musim

tahun-tahun yang sengat

berteduh di hutan lebat

merasakan aliran tubuhmu

semacam sengat

yang menjerat

semua gemuruh

memburu lelah tubuh

tapi hari teduh

bibirmu tak mau jauh

mengumpulkan segenap rapuh

lumpuh dan jenuh

aku lengkapkan dirimu

menuliskan sebuah agenda

tentang rencana

menghapus semua tangis

yang luntur dari pipimu

mengiris bayangan hari amis

orang-orang bergegas

tergesa mengisap diri masing-masing

terlalu asing

seperti layar bergerak

di menit ini

mendekap segala sunyi

di pojokan

ruang tersembunyi

getar hujan dingin

menyemai nyali

dan kenangan

serupa derap langkah

pendemo

bergerak

dari bibirmu

yang terus mengisap

padahal aku ingin menggoda

dengan sekelumit harap

yang mungkin bisa kelebat

dari masalalumu

/Jakarta 2010

Ke Laut

teduh biru

bayangan angin

mengibar angan

di tiang-tiang sunyi

tentang kita

tapi air garam

tak kunjung berkabar

semua kisah terbuka

lalu tak ditutup dengan bahagia

jangkar kapal

bunyi peluit

menanam wangsit

dengan semacam angan

mengembara

ke teduh biru

ke laut

/2010

Teduh Hujan

yang kau tebak cuma mendung

nyatanya hujan yang mampir

dan kau berteduh di bawahnya

mengingat anak-anak juga lelakimu

betapa jauh sudah kenangan

melintas sebagaimana genang hujan

mengalir di relung-relung jalan

harimu juga hatimu yang kau bagi

di bawah hujan

tubuhmu menjelma jadi payung

melupakan murung

begitu ramainya hatimu

seperti riak hujan membasah itu

/2010

Laela Awalia

Bahasa Kita

: Rindu

Apa kabarmu, rama?

Dari beranda rumahku, hujan mulai menyapa

Sama seperti senja kala itu

Ketika masing-masing kita hanya punya satu bahasa

: kau bilang itu cinta

Bagiku, rama

Kita hanya bisa melafalkan cinta tanpa pernah bisa menerjemahkannya

Sama seperti hujan kali ini

Kita hanya bisa merasakannya sebagai luruhan doa-doa

Tanpa pernah bisa menerjemahkan tiap rintik yang jatuh di gigil daun dan pucuk rumput

Apa kabarmu, rama?

Dari beranda rumahku, hujan mulai menyapa

Sama seperti senja kala itu

Tapi kini kita punya dua bahasa

: cinta : rindu

Palembang, 25 Juni 2010

Dari Jhon

: kepada perempuan

Aku hanya ingin kau

: perempuan berambut ikal panjang yang memilih hujan sebagai kenangan

bukan sebagai anugrah yang diberikan tuhan lewat kumpulan awan

aku hanya ingin kau

: perempuan bermata kelereng yang memilih senja sebagai pajangan

bukan sebagai tirai yang menutup hari penuh kelelahan

padahal puas sudah kau berteman dengan mentari sepanjang pagi dan siang tadi

aku hanya ingin kau

: perempuan.

Palembang, 6 Juli 2010

Merindumu

: Ran

Merindumu, Ran,

adalah denyut yang tak pernah hilang dari nadiku

kau mungkin tak pernah tahu

aku telah mengenali hujan dari matamu yang basah sore itu

ketika ku bilang jangan pernah merinduku untuk satu masa setelah ini

aku tak berani menatap mata yang bening sebagai telaga pada wajahmu

sungguh

merindumu, ran,

adalah sebuah napas yang kini mulai tersendat sebab air mata yang menyesakkan

merindumu, ran,

adalah butir-butir doa yang kukumpulkan tiap detik waktu

kau mungkin tak pernah tahu

aku telah memahat wajahmu di sekeliling dinding yang mengungkungku kian dalam tiap detiknya

dinding senyap yang makin beku tanpa tawamu

merindumu, ran,

adalah malam-malam lambat yang terasa diam menjangkau pagi

kau mungkin tak pernah tahu

aku telah menganggapmu pagi yang menebarkan embun pada tiap helai daun dan kelopak bunga ilalang

merindumu, ran,

adalah air mata yang kian menggumpal di pelupuk mata

entah sampai kapan akan tertuang

Palembang, 6 Juli 2010

------

Asrina Novianti, lahir di Lahat, 11 November 1980. Alumnus Jurusan Komunikasi FISIP Universitas Lampung saat ini berdomisili di Jakarta. Tulisan berupa puisi, opini, dan resensi buku dimuat di berbagai media. Salah satu sajaknya Tenung Asmara Telukbetung menjadi nominasi Krakatau Award 2006 yang diselenggarakan Dewan Kesenian Lampung (DKL).

Laela Awalia, lahir di Natar, Lampung, 5 April 1986. Cerpen dan sajak-sajak anggota Forum Lingkar Pena (FLP) ini dimuat berbagai media.