Sabtu, 01 Januari 2011

SAJAK-SAJAK: Jimmy Maruli Alfian



Copyright © 2003 Lampung Post. All rights reserved.
Minggu, 2 Januari 2011

Rubaiyat Kalung Matahari :Adelina

"kau tak cocok pakai songkok

kepalamu peyang tak seperti puyang"

semalam, ketika yakin akan meninggalkan ulayat

ia khidmat menitipkan kalung dan beberapa ayat

: semoga anjing tak mudah masuk

liurnya membuat pagarmu lapuk

di batas kampung, dekat tugu seungu terung

bebatang pisang kipas tunai melepas

meski tak semua bisa dilipat dalam koper dan tas

karena di jantung, ada silsilah yang ia junjung

tetapi ia selalu merapikan matahari

di bandul kalung

ia suka berkunjung ke kepalaku

katanya, rambut kusut kerap bermuatan

hingga harus kerap dikibaskan

agar rontok dan berjatuhan segala hantu

itulah sebab ia tak suka melihatku berpeci

karena merasa seperti ingin diziarahi

atau dikubur

dalam kelimun puisi

Tanjungkarang, 2010


Syair Penyihir

: APH

pernah kutanya tentang 114 surat

apakah ada cerita tentang nabi dan ikan

lalu merapal beberapa nubuat

maka lekang segala kutukan?

tapi tidak serupa dimakan ikan Nun

sekarang ia banyak ditelan lamun

sampai habis juga desember

18 ribu lapis makna tak ketemu sumber

sekarang ada yang datang lagi

menyamar menjadi biji kopi

tentunya dengan bunga putih berias

dan jelujur batang yang keras

tapi di Telukbetung, di seputar Telukbetung

memang takdir laut menenung gunung

hingga air yang berada di paling pucuk

turun dengan ricik paling khusyuk

kalau begitu, ayo ikuti perapal mantra

siapa tahu benar itu amalannya

kau cuma mengangguk kecil

"Jim, aku sudah kebal dari jampi

jadi tak mudah sebal karena janji"

Baturaja, 2010


Lukisan di Kelok Tangga

Dinihari sebelum berangkat, kau duduk di undak tangga paling muda, sedang aku tergeletak di sofa menghadap beranda. Aku lupa berapa jumlah anak tangga yang biasa mengantar kakiku ke lotengmu tetapi kanvas kecil yang dipulas cokelat tua, membuatku terus berdosa karena juga tak hafal jalan dolorosa.

"Cincin matahari dan lukisan Maddona menggendong Dia tetap utang yang harus kau lunasi semua!” Tetapi sekarang, biarkan aku mencuci kakimu, baskom dan handuk sengaja kubeli baru sedang airnya kutadah dari cucur hujan 1 minggu."

Melengkapi tangkai gordin emas, selimut sisa remas, dan guci keramik berlubang gemas, pernah kau menagih. Aku lupa, apa alasanku malam itu sehingga tak ikhtiar utang dibayar. Hanya, di sela-sela keloneng lonceng peronda dan cericit kalong pemberi tanda, aku bertanya sekenanya.

"Apa yang kau ingin dari cincin dan lukisan kalau kita kasmaran pada lain tuhan?"

Palembang, 2010


Ulu Musi

aku memperkirakan betapa alotnya

merawi ujung kelokan rambutmu

dengan sejarah sungai di bagian ulu

di mana putus silsilahnya?

bebatang kayu mati, gabus sungai beliti

dan perempuan bersarung di atas titi

terus bergerak di atasmu

tapi tak ada yang singgah di keyakinanku

juga saat kuterka kenapa bandang

terus menerus bertandang

melampaui ibu batu-batu

dan segenap pertanyaanmu?

jika sudah ada jawaban darimu

tentang riwayat kali dan muara musi

kirimlah kabar segera

toh aku sudah akil baligh

dan kau pernah mengajakku telanjang

menyeretku hanyut dan menggelinjang

Lubuk Linggau, 2010


Firman Pertama

seperti akar beringin tua

tapi bukan memilin di permukaannya

seperti kembang ketapang

tapi bukan yang berulat berlubang

seperti bunyi serangga

tapi bukan sunyi pujangga

seperti salak anjing

tapi bukan kaing

seperti tebal batang lilin

tapi lebih kebal akan dingin

seperti liur di bibirmu

tapi bukan membalur leherku

seperti belajar mengeja

tapi syahwat tak butuh tanda baca

seperti siul kanak-kanak

tapi kerap masygul dan bersorak

Padang Pariaman, 2010

Jimmy Maruli Alfian, lahir di Telukbetung, Lampung, 3 Maret 1980. Bergiat di Komunitas Berkat Yakin serta menetap di Bandar Lampung dan Baturaja. Menerima Anugerah Puisi Terbaik Pena Kencana 2008. Buku puisi, Puan Kecubung (2009) masuk nomine lima besar Khatulistiwa Literary Award.