Rabu, 15 Juni 2011

Inspirasi: Mochtar Lubis

Copyright © 2003 Lampung Post. All rights reserved.
Minggu, 8 Februari 2009

Inspirasi: Mochtar Lubis

MOCHTAR Lubis (lahir di Padang, Sumatera Barat, 7 Maret 1922, meninggal di Jakarta, 2 Juli 2004) adalah seorang jurnalis dan sastrawan ternama yang kita punya. Sejak zaman pendudukan Jepang ia telah dalam lapangan penerangan.

Ia turut mendirikan kantor berita Antara, kemudian mendirikan dan memimpin harian Indonesia Raya yang telah dilarang terbit. Ia mendirikan majalah sastra Horizon bersama-sama kawan-kawannya.

Pada waktu pemerintahan rezim Soekarno, ia dijebloskan ke penjara hampir sembilan tahun lamanya dan baru dibebaskan tahun 1966. Pemikirannya selama di penjara, ia tuangkan dalam buku Catatan Subversif (1980).

Pernah menjadi presiden Press Foundation of Asia, anggota Dewan Pimpinan International Association for Cultural Freedom (organisasi CIA), dan anggota World Futures Studies Federation.

Novelnya, Jalan Tak Ada Ujung (1952 diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh A.H. John menjadi A Road with No End, London, 1968), mendapat Hadiah Sastra BMKN 1952; cerpennya Musim Gugur menggondol hadiah majalah Kisah tahun 1953; kumpulan cerpennya Perempuan (1956) mendapatkan Hadiah Sastra Nasional BMKN 1955-1956; novelnya, Harimau! Harimau! (1975), meraih hadiah Yayasan Buku Utama Departeman P&K; dan novelnya Maut dan Cinta (1977) meraih Hadiah Sastra Yayasan Jaya Raya tahun 1979. Selain itu, Mochtar juga menerima Anugerah Sastra Chairil Anwar (1992).

Putera Pandapotan Lubis, pegawai pangreh praja atau binnenlands bestuur (BB) Pemerintah Kolonial Hindia Belanda yang ketika pensiun pertengahan 1930-an menjabat sebagai demang atau kepala daerah Kerinci, ini sempat menjadi guru sekolah di Pulau Nias, sebelum datang ke Jakarta. Ia seorang autodidak tulen.

Selain sebagai wartawan dan sastrawan, Mochtar Lubis pandai pula melukis dan membuat patung dari keramik. Mulanya dia menulis cerpen dengan menampilkan tokoh karikatural si Djamal. Kemudian dia bergerak di bidang penulisan novel.

Setelah tahun 1968 Indonesia Raya diizinkan terbit kembali, Lubis melancarkan "perang" terhadap korupsi di Pertamina. Bos perusahaan negara itu, Letnan Jenderal Ibnu Soetowo, disorot dengan tajam, tapi sia-sia belaka. Ibnu boleh mundur sebagai direktur utama Pertamina, akan tetapi posisinya tetap kokoh dan harta yang dikumpulkannya tidak dijamah. Mochtar lubis memang menjadi pahlawan di pentas jurnalistik, itulah yang amat disukainya. Apakah soalnya menyangkut pencemaran lingkungan hidup atau pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM), bisa dijamin ia ada di sana sebagai pembela perjuangan untuk yang benar dan adil. Hero-complex-nya menjadi motor pendorong dan motivasi penting dalam tindak-tanduknya.

Ketika terjadi peristiwa Malari Januari 1974 dan para mahasiswa beraksi mendemo PM Tanaka dari Jepang, kebakaran terjadi di Pasar Senen, disulut anak buah Ali Moertopo, Presiden Soeharto jadi gelagapan. Ia instruksikan memberedel sejumlah surat kabar, di antaranya Indonesia Raya, Pedoman, dan Abadi. Lubis sendiri ditahan selama dua bulan.

Mochtar Pabottinggi dari LIPI menamakan Mochtar sebagai person of character, insan nan berwatak. Di negeri kita sekarang, makin langka person of character itu. Bung Hatta pada zaman Pendidikan Nasional Indonesia awal 1930-an suka menyerukan tampillah manusia-manusia yang punya karakter. Ibu Pertiwi tetap mengharapkan dan memerlukan banyak person of character. DARI BERBAGAI SUMBER/N-2