Copyright © 2003 Lampung Post. All rights reserved.
Minggu, 1 Maret 2009
Sajak Dahta Gautama
Perkawinan
(betapa pahit mengingatmu dalam sunyi)
aku akan mengucapkannya, di helai rambutmu
kalimat cinta. dengan keberanian manusiaku.
ingatkah:
ketika di atas lantai keramik, seorang bernama lelaki
menyeret sandalnya
di sudut ruangan ia bersimpuh, memandangi lautan di wajahmu
kemudian menyentuh jari-jari kakimu, bulu-bulu, betis
tetapi jarak begitu luas
ternyata tidak sebatas desah napas dan erangan kasar
manusia kita.
cinta ini, menyisakan bau keringat yang mengering di lantai
pada seutas senyummu yang landai
kulihat ada bidadari, yang berkata-kata dalam bahasanya sendiri.
adalah ruh bersayap emas
mengepak, kitari bentang awan
seperti sedang menggapai matahari
yang terbenam di pinggir sungai.
cinta ini akan berakhir
ketika ciuman panasmu terasa sedih
menyisakan warna bibirmu, di sampul album:
foto perkawinan kita
Perumahan Manusia
Bila ada sepi yang lebih sepi
itu adalah kesepian yang tak bertepi.
aku memandang lautan panas menggelegak
di tepi jalan, di bawah pohon kemiri di belakang rumah.
pada siang yang tak ada angin
aku jatuh cinta pada sepi ini
tanpa kata-kata, tanpa tepuk tangan
tak ada orang-orang berjalan.
barangkali tak ada sepi lagi
ketika aku mulai membangun perumahan manusia.
menganyam jala-jala
memetik bunga-bunga melati
dan meniru kicau kutilang. saat itu kekasihku yang perawan
telanjang di taman buah.
Barangkali tak ada sepi
bila aku mau membuka pintu.
Sajak Tahun Luka
Mengapa masih tertegun di sana
wahai pohon-pohon tua nelangsa
bukankah hidup bagian dari menahan iba?
wahai petualang yang mengepalkan tangan
mengepakkan sayap-sayap kerinduan
wahai air mata yang mengalir lelah
pada seraut wajah tanah
menahan hentakan darah yang senantiasa
mengambang di matamu.
ternyata matahari itu milik ibu
yang melahirkan desa-desa.
(dan pengembaraanmu pada luas tanah patah
tak kau jumpai matahari)
Bila tangis di akhir bulan pecah
dan hujan tak tiba
pulanglah pada ibu.
kisahkan pada gadis desamu
sejarah sayap-sayapmu yang terluka.
dalam peperangan di kota-kota.
Bahwa darah tidak selalu berwarna merah
Cakrawala
Engkau terjebak cakrawala
sunyi. sebagai rahasia-rahasia
yang sulit dibaca. maka aku pun
paham. untuk segera membuka album tua
yang senantiasa engkau simpan.
di sana, ada gambar dirimu
sedang memanah cakrawala
Dahta Gautama, lahir di Hajimena, 24 Oktober 1974. Tahun 1998, sempat tinggal di Tokyo dan Kyoto (Jepang) selama satu tahun.