Sabtu, 18 Juni 2011

SAJAK-SAJAK Agit Yogi Subandi


Copyright © 2003 Lampung Post. All rights reserved.
Minggu, 31 Mei 2009
SAJAK-SAJAK Agit Yogi Subandi

Pada Recik Kemilau Air

pada recik kemilau air pegunungan yang jatuh

di daun-daun, kulesapkan dirimu ke dalamnya.

kemudian kubiarkan recik itu jatuh dan pecah

dan memercik di wajahku.

lalu aku berlari sekencang-kencangnya,

menuruni bukitmu yang kokoh nan agung.

aku lebih rela, jika keringatku yang membawamu turun

ke dadaku, daripada tanganku yang penuh janji,

namun tak pasti.

apa yang pasti? tak ada.

maka pada pepohonan kuguratkan tanda,

pada tanah kering kulesakkan jejak

agar kau tahu, setapak mana yang kutempuh

apa yang tak mungkin?

setiap bangku-bangku, setiap lantai, setiap pepohonan,

setiap ruang menyisakan kemungkinan bagi siapa saja

untuk berkelindan di dalam dan luarnya.

umpama malam, bercak sinar di jalan-jalan,

adalah diriku dengan sebongkah kerikil

yang enggan terinjak atau tergilas.

umpama siang,

akulah ilalang runduk

yang tajam.

di sulur keringatku, kau bersatu

dan resap ke lubuk dadaku.

Mei, 2009

Abu Jenazah

dulu, tubuhmu adalah daging lunak

untuk kusentuh. hingga kerap kulubangi

waktu yang tertutup di jam tangan,

agar dapat berdiri atau duduk di sampingmu.

tapi kini kau telah mati.

daging yang kerap kuangankan

di telapak tanganku; menyatu

dengan kayu dan api:

mengabu.

abu adalah kristal-kristal kecil,

berterbangan apabila kugenggam.

itulah dirimu, di dalam guci,

tak utuh.

apabila aku menginginkanmu,

maka kupeluk guci itu sambil

membayangkanmu di meja makan;

menarik-narik sepotong daging sapi asap

dengan garpu yang kau anggap

membengkok sendiri ketika menancapkannya.

"ia mengeras sendiri!" katamu dengan mata sayu.

abu di dalam guci ini adalah dirimu

yang berterbangan, jika diembus angin.

sebelum guci ini pecah dan kau buyar,

maka sebagian harus kualirkan di sungai

dan sebagian harus kuendapkan di guci

agar tetap lengkaplah diriku

meski samar wujudmu

di mataku.

Januari, 2009

Dermaga

kalau aku harus menjadi dermaga bagi pelayaranmu,

singgahlah dan rapatkan kapal di kening pelabuhanku:

kutunjukkan letak rumah makan, hotel

dan alamat daun jatuh di dadaku.

apabila kamu hendak melanjutkan perjalanan,

maka pergilah tanpa bunyi peluit atau secarik tanda.

aku akan mencoba melupakan semua tanda kedatanganmu

yang sesungguhnya hampir menghitam di ubun-ubunku.

(2009)

Perempuan Bersandar

perempuan bersandar di tiang lampu jalan

jemarinya menggenggam selembar sapu tangan

basah menghapus rintik hujan.

2009

Bunga Cempaka

bunga cempaka jatuh pukul 5 sore

hidungnya mencium tanah

kuning jingga, diisap semesta.

2009

Kupu-Kupu

kupu-kupu bersayap basah

di dahan sawo manila

dengan mata berjelaga.

2009

Yang Menari

ada yang menari: wajahnya musim semi

tapi dadanya

kemarau abadi

2009

---------

Agit Yogi Subandi, lahir di Prabumulih, Sumatera Selatan, 11 Juli 1985. Saat ini sedang menyelesaikan skripsinya di Fakultas Hukum Jurusan Hukum Internasional Unila. Bergiat di Divisi Teater dan Sastra UKMBS Unila.