Copyright © 2003 Lampung Post. All rights reserved.
Minggu, 29 Mei 2011
SAJAK-SAJAK Darojatun Gustian Syafaat
Kembara Jiwa
sejauh inikah telusuri kembara jiwa? terasa luas
yang mesti dikejar. lihat kembali arah jejak langkah
kenangan selalu menyimpan misteri mesti tak
terungkap, namun harus tetap tersingkap
agar tabir hati senantiasa mendenting
sebab suara bagi hati telah terekam di sudut sunyi
berapa lama lagi akhir dari kembara jiwa dalam hitungan waktu?
dengan seutas napas tergantung pada tiang hampa
adakah kebisuan angin yang melintas
akan mendatangkan badai
di sanalah tempat bermain riak gelombang
di lautan selalu campakkan keteguhan karang
hingga tak ada yang mesti diceritakan dalam sejarah
tentang kembara jiwa di sana, yang selalu
meninggalkan jejak-jejak rindu
2004
Kutulis Kembali Keresahan
kutulis kembali keresahanmu pada pagi hari, wajahmu
yang muncul berkali-kali, ketika kucoretkan
pena penenang rasa dari manik matamu
getar gelombang memantul pada kertas lusuh
di situ masih kutulis juga jalan-jalan pintas
agar bayangku bergerak lewati kehampaan
sementara udara nafasmu mengajakku pergi
ke puncak-puncak yang mengurung gelisah angin
2004
Air Mata Menetes di Ujung Kenangan
setelah lelah melangkah, akhirnya sampai pula pada arah
di mana kau menepi di sepi batu-batu nisanku. tapi
ketika aku sadar di terminal kembara itu,
kudekap bayangmu sebelum mengabut
menjelma lukisan terukir di dinding kelam
angin telah lama menggerai tangis. gambarmu melenyap
tapi di tikungan hatiku doamu masih menggema
merasuki lembah heningku. daun-daun kamboja
kau tebarkan maknai sunyi mimpiku
dengan air mata menetes di ujung kenangan
2004
Mentari Senja Kian Tenggelam
di akhir senja ini sengaja kubuatkan lubang-lubang
di jalan-jalan yang kulewati telah menghubungkan
impian semu. aku hanya bisa menduga jejakmu
berjatuhan di jalan itu ketika kutelusuri titian panjang
di tepi jalan tubuhmu kini menjadi remukan-remukan
tulang seperti tanda lalu lintas pada jalan-jalan kulewati
mentari senja kian tenggelam. menggelapkan
semua jalan lenggang yang kian menghilangkan tubuhmu
dan masih kulihat juga jemarimu menuliskan
sebaris nama pada daun yang berserakan
di dalam gelap mengakap itu
mentari senja semakin tenggelam
membenamkan bayangan wajahmu
jejakmu hilang menjauh
di ufuk barat kau masih tersenyum dalam dukaku
2004
Sebagaimana Mata Berair Mata
kemudian senja itu akan mengeja huruf-huruf namamu
lewat rintik-rintik hujan yang menggentai di kaca jendela kamarku
bayanganmu terlukis di sana berlatar pelangi sore hari
belum selesai hujan itu seolah mendatangkan banjir
dan bermuara dalam telagaku. tetapi, bagaimanakah
airmu meluap dan mengalir begitu saja, ketika
kucoba bangun dam dari tubuh yang rapuh
di dasar telagaku, kembali kubaca pula namamu
bersama getar gelombang dan gemuruh angin
sementara air telagaku tak pernah surut, jadi sungai
tetapi tak ada yang paham bahwa air selalu mengalir
sebagaimana mata berair mata
2004
------
Darojatun Gustian Syafaat, lahir di Jakarta, 4 Januari 1983. Pembina Sanggar Sastra Al Amien Madura dan Pemimpin Redaksi La Tahzan Pandeglang ini aktif menulis tahun 2001 dimuat di berbagai media. Buku puisinya: Meditasi Cinta (2004) dan yang segera terbit: Tepi Pernikahan.