Kamis, 02 Juni 2011

SAJAK-SAJAK Darojatun Gustian Syafaat

Copyright © 2003 Lampung Post. All rights reserved.
Minggu, 29 Mei 2011

SAJAK-SAJAK Darojatun Gustian Syafaat

Kembara Jiwa

sejauh inikah telusuri kembara jiwa? terasa luas

yang mesti dikejar. lihat kembali arah jejak langkah

kenangan selalu menyimpan misteri mesti tak

terungkap, namun harus tetap tersingkap

agar tabir hati senantiasa mendenting

sebab suara bagi hati telah terekam di sudut sunyi

berapa lama lagi akhir dari kembara jiwa dalam hitungan waktu?

dengan seutas napas tergantung pada tiang hampa

adakah kebisuan angin yang melintas

akan mendatangkan badai

di sanalah tempat bermain riak gelombang

di lautan selalu campakkan keteguhan karang

hingga tak ada yang mesti diceritakan dalam sejarah

tentang kembara jiwa di sana, yang selalu

meninggalkan jejak-jejak rindu

2004

Kutulis Kembali Keresahan

kutulis kembali keresahanmu pada pagi hari, wajahmu

yang muncul berkali-kali, ketika kucoretkan

pena penenang rasa dari manik matamu

getar gelombang memantul pada kertas lusuh

di situ masih kutulis juga jalan-jalan pintas

agar bayangku bergerak lewati kehampaan

sementara udara nafasmu mengajakku pergi

ke puncak-puncak yang mengurung gelisah angin

2004

Air Mata Menetes di Ujung Kenangan

setelah lelah melangkah, akhirnya sampai pula pada arah

di mana kau menepi di sepi batu-batu nisanku. tapi

ketika aku sadar di terminal kembara itu,

kudekap bayangmu sebelum mengabut

menjelma lukisan terukir di dinding kelam

angin telah lama menggerai tangis. gambarmu melenyap

tapi di tikungan hatiku doamu masih menggema

merasuki lembah heningku. daun-daun kamboja

kau tebarkan maknai sunyi mimpiku

dengan air mata menetes di ujung kenangan

2004

Mentari Senja Kian Tenggelam

di akhir senja ini sengaja kubuatkan lubang-lubang

di jalan-jalan yang kulewati telah menghubungkan

impian semu. aku hanya bisa menduga jejakmu

berjatuhan di jalan itu ketika kutelusuri titian panjang

di tepi jalan tubuhmu kini menjadi remukan-remukan

tulang seperti tanda lalu lintas pada jalan-jalan kulewati

mentari senja kian tenggelam. menggelapkan

semua jalan lenggang yang kian menghilangkan tubuhmu

dan masih kulihat juga jemarimu menuliskan

sebaris nama pada daun yang berserakan

di dalam gelap mengakap itu

mentari senja semakin tenggelam

membenamkan bayangan wajahmu

jejakmu hilang menjauh

di ufuk barat kau masih tersenyum dalam dukaku

2004

Sebagaimana Mata Berair Mata

kemudian senja itu akan mengeja huruf-huruf namamu

lewat rintik-rintik hujan yang menggentai di kaca jendela kamarku

bayanganmu terlukis di sana berlatar pelangi sore hari

belum selesai hujan itu seolah mendatangkan banjir

dan bermuara dalam telagaku. tetapi, bagaimanakah

airmu meluap dan mengalir begitu saja, ketika

kucoba bangun dam dari tubuh yang rapuh

di dasar telagaku, kembali kubaca pula namamu

bersama getar gelombang dan gemuruh angin

sementara air telagaku tak pernah surut, jadi sungai

tetapi tak ada yang paham bahwa air selalu mengalir

sebagaimana mata berair mata

2004

------

Darojatun Gustian Syafaat, lahir di Jakarta, 4 Januari 1983. Pembina Sanggar Sastra Al Amien Madura dan Pemimpin Redaksi La Tahzan Pandeglang ini aktif menulis tahun 2001 dimuat di berbagai media. Buku puisinya: Meditasi Cinta (2004) dan yang segera terbit: Tepi Pernikahan.