Copyright © 2003 Lampung Post. All rights reserved.
Minggu, 12 Juni 2011
SAJAK-SAJAK Restu Ashari Putra
maha samudera desember
akan kukembalikan
desember yang pernah
kaupinjamkan tempo dulu
saat kita menjarah bulan
di tepi pantai
yang arahnya tak tentu
dari selatan ke timur
tak habis habis kita memuja
maha samudera
padahal dada kita lebih lautan
membentang layar, menantang gelombang
sementara kita terus mencatat
badai demi badai yang menabrak
dinding perahu hingga kandas
hingga terhempas
2010
pada sebuah malam turun hujan
telah kutembus kedalaman wanitamu
pada sebuah malam turun hujan
sedang dari tubuhku
yang gemetaran
keluar sajak serupa ular, menjalar
mengikat tubuhku ke dalam tubuhmu
yang telanjang sepanjang malam di dalam kamar
telah kutembus jantung wanitamu
pada sabtu malam kita menyobek bulan
dan menggantinya dengan tubuhku
yang telanjang seperti tubuhmu
hingga gelap tak serupa kegelapan
sebab tepat di depan matamu
kita telah menyulut cahaya dengan sebuah
sajak indah dari gelas gelas bir kosong
di pinggir jalan
2010
pelaut mabuk, di dasar sajak bermain gelombang
-- Saut Situmorang
(sajak dibentang
laut bergelombang)
ahooi, pelaut yang mabuk
tiap gelombangkah
kau mengibarkan ombak
berperahu layar
ke tengah sajak?
ahooi! ahooi!
pelaut yang mabuk, pelaut yang tenggelam
di dasar sajak bermain gelombang
2010
seperti pertama kali menulis sajak
aku mengingatmu bagai sakit kepala
seperti menulis puisi di malam buta
memikirkan arah kata, merapikan persoalan
dengan dada bagai malam larut, mata setengah terpejam
dan kepala terus berdenyut
lalu bagaimana aku bisa melupakanmu
kalau kematian pasti datang
dan membayangkanmu seumpama maut?
di sini, di sisa kopi yang tinggal seteguk
aku membayangkanmu seolah tepat di hadapanku
menceritakan tanah kelahiran, mengisahkan asal muasal
padahal masalalu hanya perihal waktu
kepalaku lagi lagi seperti ditikam jam
seperti mengulang keberangkatan
aku merapikan baju, membetulkan tali sepatu
lalu berdiri melihat dunia seperti masa kanak kanak
seperti pertama kali aku menulis sajak
maret 2011
selepas membaca Rendra
bulan telah pingsan
di atas kota
tapi tak seorang menatapnya!
kalau hari sudah malam
ke mana lagi kita berjalan
di luar hujan berhamburan
di kamar dosa bermekaran
dan tiap kuingat asmaMu
mampir di telingaku
kubuka jendela tubuhku lebar lebar
agar kalimat sajakku tak hanya jadi udara
tak cuma jadi kata kata
siapa sedia menolongku
jikalau tubuh belulangku ini
patah hanya jadi tanah
jatuh hanya jadi bunga
tubuhku berbunga dosa,
tubuhku bermekar dosa
tidakkah tiap mengingatMu
tubuhku menjadi tanganMu
tubuhku menjadi-Mu?
2010-2011
-----
Restu Ashari Putra, lahir di Jakarta, 31 Desember 1985. Bergiat di Komunitas Rumput dan Majelis Sastra Bandung (MSB). Kini tengah merampungkan studinya di Jurusan Jurnalistik UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, sambil terus mengasah menulis puisi dan prosa.