Sabtu, 24 Desember 2011

Sajak-sajak Agit Yogi Subandi


Sajak-sajak Agit Yogi Subandi Print
User Rating: / 1
PoorBest 
Minggu, 23 October 2011 00:00

Lembah Kelabu




di bawah lanskap yang gelap

di pertengahan Juli yang lelap



kubiarkan dirimu sendiri di dadaku

berseru-seru di hunianku



di depanku sekumpulan kunang-kunang

kelap-kelip, persis bintang-bintang



sementara, kabut mengepung

harapan dan kenangan mengapung.



angin terkadang bagai duri-duri mawar

yang dihempaskan ke tubuhku.



dan entah mengapa aku menghuni

lembah kelabu ini.



terus menerus membawamu, letih

bagai menggenggam setangkai leli putih



bunga leli yang rentan oleh angin

menggenggam sesuatu tidak pernah yakin.



di lembah yang gelap ini kunyalakan api

maka terangnya hanya setangkup.



kenangan adalah nyala api

namun di luar api, segalanya begitu kelabu.



(Negerijaya, Way Kanan, 2011)









Seperti Menyimpan Belati



seperti menyimpan belati dalam saku celana,

ketika mengingat setiap bentuk

yang mengigatkanku padamu.

di pahaku, barut dari lancipnya adalah perih

yang hanya dapat kutanggung sendiri.

dan setiap hari harus mencari penawar

yang tak tentu di mana.

keriap gugusan daun-daun

bermigrasi di mataku.

membutakan mata birahi,

menumpulkan tajam bunyi-bunyi.

lalu kutarik segala rumbaian api

dari tungku-tungku berwarna suci.

kugenggam kayu tapi yang kurasa sembilu.

terkadang, ada wangi yang menelusup

dari balik pintu depan,

aku tak terpesona dan tak merasa sentosa

menghirupnya.

barut-barut itu bersekutu pada perih

yang mirip lenguh ketimbang keluh.

segenap angin berniat menerobos pintu.

digedor-gedornya jejeran papan

yang menutup tubuhku

dari puing paling serpih

yang turut serta di dalamnya.

mengapa, mengapa tak membunuhku?

picik mata belati, telah meyakinkanku untuk mati.

rajah di tubuhnya akan kujilat seperti gula-gula.

darah yang mengucur di batang belati itu,

akan mengukuhkanku menjadi bangkai.

Belatung-belatung tumbuh dalam dagingku,

bersyukur dalam tafakur sambil

mengeliatkan tubuhnya

di dalam lelehan gincu para perempuan

yang mencair dan larut ke dalam tubuhku.



(2009-2011)







Belimbing




setelah aku terjatuh

tentu kau tak akan mau

mengambilku yang tak lagi utuh

tubuhku tak lagi sempurna

seperti anganmu.

namun kau tak perlu khawatir

akan kubiarkan tubuhku membusuk

hingga meresap ke dalam tanah

dan muncul sebagai belimbing kembali

jika tak juga kau petik

aku akan terus menerus seperti itu:

membusuk

kemudian muncul lagi.

begitulah aku hadir,

bagi dahagamu,

hingga kau benar-benar sadar,

bahwa aku telah berada

di kerongkonganmu

menjadi pengampu

bagi tubuhmu.



(Tanjungkarang, September 2011)







Kemarau




tanah berdebu:

semak belukar

pepohonan

daun-daunan:

coklat

layu.



sebatang ranting

bergemeletak

keras

di kakiku.



lebah-lebah

mati

sengatannya berpulang

ke matahari.



lalu kisah-kisah cinta

naik ke kepala.

dan sekuntum bunga

tidur di dalam jambangan



semut-semut

mengusung

penuh birahi.



(Kotabumi, September 2011)







Pengkhianat



seperti air yang menguap

menuju langit

di musim kemarau.



(September 2011)





-----------

Agit Yogi Subandi
, menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Hukum Universitas Lampung. Buku puisi, Sebait Pantun Bujang (2011).

Share this post

 
Latest Articles