Sajak-sajak Alya Salaisha-Sinta |
Minggu, 18 December 2011 06:18 |
Celoteh
Matahari Menjelang Pagi
Di pagi
buta bulan Oktober
Matahari
kecil itu
Berceloteh
tentang embun
:
mengecup ubun-ubun
Tahukah
kau, matahari itu
Telah
lama kugali bersama air mata
Hingga
sungai-sungai hidup di pipiku
: aku
merindukanmu
Maka tak
bosan aku menimangmu
Dengan
nyanyian paling merdu
Sampai
habis segala syair
Segala
yang liris
Dan
jalan mengantarku pulang
2011
Tidurlah
Hisyam
Jika
malam ini
Angin
menerbangkan
Mimpimu
-lagi-
Maka aku
tak segan
Mengembangkan
layar
Dari
kedua telingaku
Agar kau
tetap lelap
Bersama
jutaan bintang
Aku
penunggumu,
Meluruhkan
malam
Tanpa
pejam
Hingga
embun
Mengganggu
subuh
Tidurlah
Hisyam,
Biar
sari susuku
Mengendap
di tulangmu
Juga
risalahku
Terlukis
di senyummu
: esok
hari
2011
Kuhanyutkan
Sajakmu di Laut-laut
sudah,
cukupkan
semua sajak
yang kau
tumpuk
di
halaman rumah kita
: aku
lelah
biar
esok
sebelum
embun
membuatnya
semakin dingin
kuseret
sajakmu itu ke pantai
lalu
kuhanyutkan
bersama
tarian ombak
--
begitu pula namamu --
terlunta
di laut
terdampar
di pulau-pulau
dan
hilang
namun
entah,
aku
menemukannya lagi
di
sarapanku pagi ini
2011
Setiap
Mengingat Januari
setiap
mengingat Januari
ada
gerimis yang jatuh di wajahku
lalu kau
menghapus dan melarungkan
entah ke
laut mana
tapi,
sejauh-jauh aku melaut
sampai
juga di pulau: -- kaukah menunggu
di
dermaga, tanpa asap rokok
dan
lambaian? --
sebuah
tanda telah mengilhami
nama
bagi puisi-puisiku:
"panggil
aku hisyam," kata puisi itu
dan aku
cukup mengecup senyumnu
melelapkan
ke dalam hari-hariku
: ke
sari susuku -
2011
Ada
yang Kuperam di Sini
ada yang
kuperam di sini
di rumah
kabut bagimu berlabuh. juga
di
rumput hijau yang mulai menghitam
sebab
kemarin mentari terlalu terik bersinar
waktu
berlalu tapi selalu kunamai dengan nama bunga:
mawar,
melati, kenanga, kamboja si bunga mati
hingga
taman terindah kini singgah di tubuhku
kau
bahkan memakai gaun tembus pandang
berdebu-debu
menempel di kulit tubuhku, mengikutiku,
menyelamiku,
mengendap di taman tubuhku
tanpa
pernah kutahu selain aroma tubuh yang
kerap
menghampiri ujung-ujung jemariku
"aku
akan bersamamu," katamu merdu
dan aku
percaya. sebab ada yang kuperam di sini
di rumah
kabut bagimu berlabuh. juga
di
rumput hijau yang mulai menghitam
sebab
kemarin mentari terlalu terik bersinar
Pangkalpinang,
14 Maret 2011-08.34 WIB
-------
Alya
Salaisha-Sinta, lahir di Jombang, Jawa Timur, 26 Maret 1986.
Alya yang baru saja mendapat momongan ini menetap di tiga kota: Bekasi,
Pangkalpinang, dan Natar, Lampung Selatan. Menulis puisi dan mengikuti
lomba baca puisi sejak di bangku kuliah di Politeknik Unila (kini:
Politeknik Negeri Lampung—Polinela). Sejumlah puisinya beberapa media
dan antologi bersama.
|