Rabu, 15 Juni 2011

Sajak Firman Nugraha

Copyright © 2003 Lampung Post. All rights reserved.
Minggu, 1 Februari 2009

Sajak Firman Nugraha

Syal Kesaksian

-pani

Mungkin syal ini paling lirih dengan bisunya

mendapatimu duduk bersama senja. Aku cemburu

Tapi gerimis masih saja berbaris menguncupkan bunga

Padahal ia tak pernah berjanji pada bumi yang ingin basah

juga nurani yang hendak menorehkan sejarah

Fajar memerah, namun syalku tak lantas marah

Diredamnya deru darahku. Dihempasnya harum namamu

Kuterduduk membaca hujan, meminang alam, menggemakan bisu

tentang langit yang selalu mengaku beratap satu

Padangbatu, 2008

Kiblat Pertemuan

-pani

Hujan ikhlaskan perjalanan awan

menapaki jejak dengan basahnya

Bulir air menjelma jadi airmata

membuka genangan luka

Matahari pun gigir ke alenia tenggara

mengingkari janji, menghitamkan tatapan

di antara gerak cuaca. Seperti kau:

Perempuan kuyup menembus kegelisahan

demi kegelisahan yang ruyup

sambil menanggalkan percakapan

di kiblat pertemuan. Seperti aku:

Yang tak mengerti tanda lahir di tubuhku

juga garis tanganmu yang tak pernah bersatu

menerjemahkan setiap kecupan

Sedang musim telah sempurna

menghantarkan kembali riwayat mata angin

bersama sunyi dan keraguan

Padangbatu, 2008

Peta Kesunyian

-pani

Sudah lama kiranya aku memandang hati sendiri

Disergap berkali-kali oleh rasa cemas

ketika langkah demi langkah menepi dari arah barat

mengembangkan wajah tak tegas

Maka seperti ditusuk-tusuk rindu

aku pun lari membawa resah

menabur gelisah. Menghindari matahari

yang hendak memanggang pandangku

dan melipatnya dalam peta kesunyian

Musim pun berubah. Kecuali musim di dadaku

yang selalu gugur dan kembali kubur

sedang tatapan itu belum kuterjemahkan:

Tentang keningmu yang basah dan tangan tengadah

yang kusebut sebagai nurani

Sehingga musim mengerti bahwa ia tak harus diam

oleh hati yang menyergah pergi

Maka, haruskah kubuang tanya

hingga airmata hanya berita menjelma doa?

Padangbatu, 2008

Selimut Waktu

-pani

Selain malam yang membentang

awan-awan kembali ke sarang

tak ada lagi gelak yang kauhantar

bersama rimbun daun-daun

Kau pun terseduh bersama kabut

Menggenggam jari sendiri jadi selimut

Selimut yang dulu mendekap kesendirianku

bersama waktu yang kupapah namun terluka

sebelum rebah sebagai air mata

Maka seperti pulang yang telah menjadi kawan

kau melangkah lagi ke arah entah

tanpa mengucap salam

Meninggalkanku bersama pilu dan gamang

Padangbatu, 2008

Impresi Rindu

-pani

Malam melepaskan gaibnya bersama sembilu

Air mengukir waktu di antara wajah yang mesti diseka

bersama kebekuan yang lesap di dekap buku jari

Jiwa dibawa lari disergah matahari yang masih berjanji

Suara parau seakan masih akrab menerjemahkan risau

sedang bagi tatapan mata adalah nikmat dan langkah

adalah ibu yang melahirkan kata-kata dalam untaian kalimat

walau kita tahu bahwa rebah adalah tempat semua kiblat

Padangbatu, 2008

Musim Kelima

-pani

Pagi adalah bibirmu yang ruyup di antara musim kuyup

Langkah telah pulang ke sarang ke puputan

Seperti engkau yang selalu menyimpan kerinduan tatapan

bersama malam ditinggal sekawanan mega

Maka bergeraklah pintaku ke arah barat

setelah berita menumpahkan cakap

Sedang pagi masih saja melesapkan jejak

di luruh kerudungmu yang teduh

Siang bagai miang di depan gelas kacaku

Bulir hening diam semati karang

Kau gigir di tubir dzikir sambil berkaca pada tanya

dan menanam kembali musim

yang kau sendiri tak tahu apa namanya

Padangbatu, 2008

Firman Nugraha, lahir di Purwakarta, 24 Maret 1984. Bergiat di Arena Studi Apresiasi Sastra (ASAS) UPI.