Copyright © 2003 Lampung Post. All rights reserved. Minggu, 4 Januari 2009 |
Sajak Nana Riskhi Susanti |
Perempuan Kedua Bagi Yaum Arham serupa bulan merawat bumi pelan-pelan sengaja diredupkan dan terbitlah kepedihannya tiap pagi aku perempuan kedua bertahun-tahun menunggui kata dari rapal mantra si pecinta malam hari kutuliskan pengakuanku mungkin saat itu kau sedang melamunkan kenangan di La mama atau di antara debu-debu jalan Victoria dan masih saja memuja cerita Hellen Collins ketika gerimis mengetik-ngetik genting rumahmu diam-diam malaikat menyampaikannya padamu pertama, bagaimana kau akan menggambarkan rambutku apakah seindah benang sari kembang melati serupa tikar di taman kota, arak-arakan awan, atau rintik hujan? kedua, bagaimana kesunyianku memabukkan engkau yang riuh padahal mataku bukan benih matahari ia tak bisa membuat pejalan silau dan tersesat ke barat; tempat segalanya tersimpan di kerinduan serupa nabi dan kitab suci yang dinanti-nanti ketiga, aku paham sempurnanya pura-pura terlebih bagi cinta; seperih kerikil dan paku di jalan berdebu maka kupinjam pagi dari matamu untuk membangun siang saat paling tepat bagi mimpi yang hendak kumatikan dari bibir perempuan kedua lahirlah setiap kecemasanmu Tegal, 2008 DI MATA NENEK kudekap boneka kusam kupandang teduh nenekku dan kudengar dongengnya tentang surga di kelambu itu kusimpan segala lagu serupa ingatan-ingatan penuh pertikaian di rumah; wajah ibu dan lori-lori tua di pabrik gula kadang pula kekosongan di tangan ayah aku menangis keras di sudut ladang dan kadang mengerang aku tak pernah tau seperti apa rasa gula, Tuhan apa kau tega mencuri sisa kenangan yang tertanam di mata nenek; jika matanya menunjuk pagi bisa kucium harum bunga, berkejaran di kebun pandan, menatap jalanan, pohonan, dan takjub pada langit fajar ketika senja berubah warna dan malam menampakkan keangkuhannya pada mata nenek kubaca huruf-hurufmu kukenali sejarah, kitab, doa, nabi, dan wali sekarang, mata nenek hilang aku tak bisa lagi membaca segala-galanya ia tak mau bercerita ia belum pulang sampai sekarang bukankah kau curi lengkap dengan kelambunya? kuminta kau mengirimi malaikat tapi bukan untuk meruntuhkan mimpi Tegal, 2008 Kepada Sangkuriang Tak perlu kau benarkan apakah cintaku mampu memecah bumi yang senyap kau akan tersenyum malaikat-malaikat menampakkan catatannya; beberapa kali kau ciumi tanganku memberiku kata-kata serupa pantun dan balada sambil menatap mataku di atas perahu atau menghitung guratan keningku setelah kukembalikan kata-katamu di ranjang kuruntuhkan langit untukmu hingga bumi pun tak berpintu lalu kemana kau bersembunyi, sayang "aku akan mengadu pada dewa yang menanam mimpi di jantungku akan kutarik rambutnya yang menjuntai ke bumi lalu kujadikan sesaji bagi tangis kuda-kudaku mereka pun berkabung demi darahku sebab mimpiku runtuh dalam kitab, sejarah, dan syiar-syiar para wali hampir saja kutemukan ibu untuk kuajak meminangmu aku yakin dia sengaja sembunyi sebab cemburu padamu, cantikku" bagaimana jika kuberi sebiji kenangan untuk kau tanyakan ke Tuhan siapa perempuan yang ia tuliskan di pohonmu di ujung angkasa siapa perempuan itu yang membuat ayahmu tergagap dalam satu kedip mata kau akan tahu, sayang setelah dunia menelan kisahmu dan mengunjunginya di sebuah perahu tangkub maka matilah segala mimpi kau akan menemukanku di pohonmu :Tuhan telah mencatatku disituTegal, 2008 Hari Senin Tepat di hari Senin aku katakan padamu lewat daun-daun berguguran di telapak kakiku inilah mimpiku yang cuma di pertemuan kita yang sempurna di menit-menit yang sempit Kau tahu, aku kembali ke dongeng masa kecilku dulu ibuku bilang: kau akan menemui hari ini lagi lengkap dengan bunyi yang sama lirikan mata petikan gitar wangi tanah kembang pagi dan sore bau tubuh rambut hela napas dan kacamataku tak beda dari asal mula pun bukan untuk hari seperti ini saja tapi untuk hari-hari terpilih lain sebab Tuhan ingin memberi sebuah mimpi dalam hari itu untukmu untuk kau wujudkan bahkan kau pun akan mengira bahwa kau pernah ada di hari ini jauh sebelum hari ini tanpa tau kenapa Itu misteri hari, sayang, Dan sial, aku bertemu dengan dongeng itu lagi Masa kecilku itu lagi: Apakah aku pernah menyimpanmu dengan sepotong rindu sebelum ini atau memang kita dipertemukan Tuhan lewat mimpi dan kembali jadi hari yang pasti ketika kau menatap mataku tajam menusuk dalam menembus jantungku 2008 Kebohongan itu Aku seorang gadis mengurung diri bukan karena cinta tapi ingin alpa pada masa lalunya: Jari kita sembunyi di saku-saku baju sekali lagi, yang bisa menari cuma ragu kebohongan itu aku kenapa ranting rindu tak bisa ditebang walau nyaring bunyimu, kapak dendamku lalu jam berdenting sudah waktunya aku berpaling melepas lenganmu yang hangat di punggungku sebelum melati tak wangi lagi sebelum kayu mengabu sebelum daun gugur ke bumi semoga kau tak melihatku benar-benar dihujani batu kali ini aku tak ragu-ragu : kebohongan itu aku2008 Nana Riskhi Susanti, lahir di Tegal, Jawa Tengah, 2 Oktober 1990. Mahasiswa semester 3 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UNNES. Sajak Nana Riskhi Susanti lainnya >>klik di sini>> |