Sabtu, 18 Juni 2011

Sajak-sajak Bode Riswandi


Copyright © 2003 Lampung Post. All rights reserved.
Minggu, 3 Mei 2009
Sajak-sajak Bode Riswandi

Menjadi Kayu

Lalu,

Kembali lagi aku ingin jadi kayu.

Seperti dulu ketika kita bertukaran musim

Di gelas-gelas yang telah kita sisakan kemabukkannya

Hanya satu sloki, sambil menyapu satu-persatu

Butiran parfum di batang lehermu dan bertukar kehangatan

Yang sama-sama kita pahamkan :

seperti perapian itu, katamu.

Lagi-lagi,

Aku haus menjadi kayu.

Ketika kesepian yang kita tunggu-tunggu

Datang dari kesendiriannya yang panjang,

Menggondol bergelas-gelas kemabukkan yang baru,

Sambil menantikan tikaman bibirmu :

yang serupa pisau serut itu, kataku.

Tak bosannya,

Ia pun tetap merindukanku menjadi kayu.

Ketika banyak musim yang terbakar,

Ketika banyak semak dan belukar, dan ketika

Segalanya ludes terbakar di ranjang yang baru dipesan

Menjelang kepergian bulan madu kita

Ke hutan-hutan :

lalu kita tidak lagi berkata-kata.

Jangan menolak,

Aku musti jadi kayu, pintamu.

Meninggalkan segala bulan madu

Yang kita jalani berwindu-windu.

Serta menggantikan waktu-waktu istirah

Dengan pelaminan-pelaminan dan doa akad nikah

Bagi hutan-hutan carang dan tanah kerontang :

meski kita harus ketinggalan nostalgia

di stasiun-stasiun dan terminal-terminal.

Melulu,

Aku menerima tawaranmu menjadi kayu.

Meski daun-daun mengering, dan hutan-hutan

Jadi tebing. Kemudian kita menulis dengan angin

Tentang orang-orang yang gelisah, serta bangsa yang

Punah. Kemudian kita membacanya dengan azimat

Tentang sejarah yang kadung jadi keramat :

kemudian kita pun dingin untuk berhadapan

juga berbagi kehangatan.

Sesungguhnya,

Aku betah menjadi kayu yang tumbuh di mana pun

Tubuhmu minta. Lalu kita pun menyukainya

Sebagai keintiman yang luar biasa. Sentuhan termesra.

Kedekatan tak berkata, meski berkali-kali

tersesat di sungai antara buah dadamu.

Sebelum akhirnya sampai ke belukar rawa-rawa

Yang bukan lagi rumah kita :

ini bulan madu terpahit,

yang datang dan berulang-ulang, katamu.

Ternyata,

Aku harus bertahan menjadi kayu.

Menjadi apa yang kau mau. Lalu aku betah

Pada kuluman bibirmu yang serupa

Pisau serut itu, lalu kau menikmatinya

Sampai aku benar-benar mengkilap dalam jilatanmu :

sebelum orang-orang gelisah itu menebang

menjadikan kita potongan tak bersahaja, kataku.

Lagi pula,

Sebagai kayu aku lebih menikmatimu sebagai hutan.

Lebih menikmati eranganmu yang panjang, lebih

Menikmatimu sebagai perempuan yang memiliki

Banyak rambut, dan lebih menikmatimu

Sebagai ranjang di musim dingin, ketika kehangatan

Musti kuledakkan dan kukabarkan

Pada malam-malam berkabut. Lagi pula, sebagai kayu

Telingaku lebih syahdu mendengar nyanyian hijau ladang gambutmu.

Lebih kerasan menarikulur kenyal lidahmu.

2006

Ritus Romantisme Tubuh

Hari-hariku merobohkan rumah-rumah

Dalam keramaian tubuh ini. Tahun-tahunku

Membangun tiang-tiang kesunyian

Dalam jiwa. Dan langkahku menyertai

waktu yang terlampaui.

Telah kuakrabi kemiskinan yang bergulung dalam sumsum

Terasa ringan dunia kutimang, namun malam dan siang

Begitu berat membebani pundakku.

Selalu kuramaikan musim yang berkubang di ubun-ubun

Dengan teriakan, dengan mantra, serta kesepian

Langkah peziarah: Bumi takkan kekeringan kata-kata

Tapi dalam tubuh ini terdapat sungai-sungai yang kering.

Seperti itu pula malam dan siang

Begitu berat membebani pundakku.

Sebagian dari tubuh kita adalah kemiskinan, remukan

Batu-batu dari sisa bangunan yang diambrukkan.

Sebagian dari tubuh kita adalah kenyataan

Yang tercipta dari seribu kutukan

Aku telah membuat pagar dari kuburan-kuburan keramat

Menempatkan diri dalam pemasrahan yang cukup khidmat

Aku memucatkan bulan dalam tempurung, kemudian

Membekukannya di ujung-ujung rambut: Seperti dirimu

Rambutku berkibar ketika tak ada yang bisa kukawini lagi.

2006

Bode Riswandi, lahir di Tasikmalaya 6 November 1983. Alumnus FKIP Bahasa dan Sastra Indonesia (Unsil) bergiat di Sanggar Sastra Tasik (SST), Teater 28, Study Oriented Cultur Tasikmalaya (SOCuT). Menulis puisi, cerpen dan naskah drama di berbagai media dan antologi bersama.

Tahun 2005 mejadi Duta Kesenian dalam Misi Kebudayaan ke Malaysia.