Copyright © 2003 Lampung Post. All rights reserved. Minggu, 17 Mei 2009 |
Sajak-sajak Heri Maja Kelana |
Sajak untuk Elfa aku menemukan wajahmu dari batu-batu belah senyum sempurna aku berikan padamu tarian-tarian gerimis mengisi kekosongan hati kita ingin rasanya kurasakan deritamu lagu-lagu perih seorang perempuan langkah-langkah sepi seorang perawan ode bunga-bunga terompet mengirimkan musim-musim penantian gemuruh gelisah dalam dadamu membui langkah sajati kita aku tak pernah lupa pada senyummu pada pelukan-pelukan kecil serta ciuman-ciuman di keningmu yang menembang kisah perjalanan kita Bandung, 2008 Sajak Rindu 1 di setiap detik perjalanan aku selalu mengingatmu langkah gerimis menemani kesendirianku yang tak sadar waktu mulai semakin malam semua lagu dihentikan perayaan akan segera selesai mimpi-mimpi yang membentangkan hati terkubur di ruang sunyi aku kembali mengingatmu ketika detik perjalanan menjadi sebutir rindu doa-doa kering terbang menuju namamu menuju keabadian sejati Kudus, 2008 Sajak Rindu 2 alunan lagu-lagu jalanan aku temukan dalam perjalananmu kemuliaan bahasa ibu terkandung di tanah minang remang-remang mata di puncak gelisah terasah sepi di danau-danau keringatmu pertemuan kita lepas seperti negeri tanpa bahasa seperti musik tanpa irama sketsa rindu aku bangun di altar sunyi setiap langkah perjalanan kau sapa manis semanis senyummu pada malam itu aku batu yang berlumut membisu merumah di atas tanah menunggu hujan datang membasahi rindu-rinduku Kudus, 2008 Perempuan Pembuat Rokok keringatmu aku pandang sebagai misteri negeri yang tak pernah terungkap lentik putaran jarimu membuatku tersenyum ganjil kau berjuang melawan lapar dan menggadaikan mimpi kebahagiaan bagimu adalah ketika senyum anak-anakmu mengantarkan usia pada senja o, perempuan pembuat rokok melambungkan keringat ibu pertiwi membuat ombak jiwaku membuncah Kudus, 2008 Kepada Ayung hidup mungkin bukan sekadar memetik mawar atau melambaikan tangan. kereta, bagimu adalah perpisahan namun perpisahan bukan berarti tiada, hanya raga yang tak terlihat oleh mata. senja di kotamu akan tercipta dalam sajakku hidup mungkin bukar sekadar memetik mawar atau melambaikan tangan. jalan-jalan menjadi payung air mata karena dalam senyum, ada yang telah berdusta lonceng stasiun telah berbunyi. jangan kau tafsirkan bahwa aku tidak akan kembali. pasti kembali. ayung, jaga kotamu seperti kau menjaga hatiku. Bandung, 2009 ---------- Heri Maja Kelana, lahir di Majalengka, 14 Januari 1986. Kuliah di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Indonesia. Ketua ASAS UPI periode 2008--2009. Buku puisinya Kearifan Angin. |