Sabtu, 18 Juni 2011

Sajak-sajak Heri Maja Kelana


Copyright © 2003 Lampung Post. All rights reserved.
Minggu, 17 Mei 2009
Sajak-sajak Heri Maja Kelana

Sajak untuk Elfa

aku menemukan wajahmu dari batu-batu belah

senyum sempurna aku berikan padamu

tarian-tarian gerimis mengisi kekosongan hati kita

ingin rasanya kurasakan deritamu

lagu-lagu perih seorang perempuan

langkah-langkah sepi seorang perawan

ode bunga-bunga terompet

mengirimkan musim-musim penantian

gemuruh gelisah dalam dadamu

membui langkah sajati kita

aku tak pernah lupa pada senyummu

pada pelukan-pelukan kecil

serta ciuman-ciuman di keningmu

yang menembang kisah perjalanan kita

Bandung, 2008

Sajak Rindu 1

di setiap detik perjalanan

aku selalu mengingatmu

langkah gerimis menemani kesendirianku

yang tak sadar waktu mulai semakin malam

semua lagu dihentikan

perayaan akan segera selesai

mimpi-mimpi yang membentangkan hati

terkubur di ruang sunyi

aku kembali mengingatmu

ketika detik perjalanan menjadi sebutir rindu

doa-doa kering terbang

menuju namamu

menuju keabadian sejati

Kudus, 2008

Sajak Rindu 2

alunan lagu-lagu jalanan

aku temukan dalam perjalananmu

kemuliaan bahasa ibu

terkandung di tanah minang

remang-remang mata di puncak gelisah

terasah sepi di danau-danau keringatmu

pertemuan kita lepas

seperti negeri tanpa bahasa

seperti musik tanpa irama

sketsa rindu aku bangun di altar sunyi

setiap langkah perjalanan kau sapa manis

semanis senyummu pada malam itu

aku batu yang berlumut

membisu

merumah di atas tanah

menunggu hujan datang

membasahi rindu-rinduku

Kudus, 2008

Perempuan Pembuat Rokok

keringatmu

aku pandang sebagai misteri negeri

yang tak pernah terungkap

lentik putaran jarimu

membuatku tersenyum ganjil

kau berjuang melawan lapar

dan menggadaikan mimpi

kebahagiaan bagimu adalah

ketika senyum anak-anakmu

mengantarkan usia pada senja

o, perempuan pembuat rokok

melambungkan keringat ibu pertiwi

membuat ombak jiwaku membuncah

Kudus, 2008

Kepada Ayung

hidup mungkin bukan sekadar memetik mawar

atau melambaikan tangan. kereta, bagimu adalah perpisahan

namun perpisahan bukan berarti tiada, hanya raga yang tak

terlihat oleh mata. senja di kotamu akan tercipta dalam sajakku

hidup mungkin bukar sekadar memetik mawar

atau melambaikan tangan. jalan-jalan menjadi payung air mata

karena dalam senyum, ada yang telah berdusta

lonceng stasiun telah berbunyi. jangan kau tafsirkan

bahwa aku tidak akan kembali. pasti kembali.

ayung, jaga kotamu seperti kau menjaga hatiku.

Bandung, 2009

----------

Heri Maja Kelana, lahir di Majalengka, 14 Januari 1986. Kuliah di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Indonesia. Ketua ASAS UPI periode 2008--2009. Buku puisinya Kearifan Angin.