Copyright © 2003 Lampung Post. All rights reserved.
Minggu, 22 Februari 2009
Sajak Sunlie Thomas Alexander
UNTUK ROSTATING
rasanya kau seperti arwah
sesekali datang
menganyam biji mataku
pada malam-malam aneh
dan kelabu
ah, aku mencintai kegelapanmu
serupa bintang bintang yang padam
di mataku; kedunguan menempuh jarak berdebu
ke rimbun rumahmu
berkerdiplah: mungkin matamu
masih seperti dulu
bagai matahari di pulau jauh
yang menghangatkan ubun-ubunku
: anggun membangun rumah
di tepian ibu!
walau semua kabar yang kita kirim
selalu menghanguskan masa lalu
dalam bahasa rindu;
tangis puisi paling pilu
yang kutulis di hatimu:
takdir jatuh di pulau jauh
serupa pecah kelapa di batu
buat apa aku berkeluh
karena pada akhirnya:
kau bakal lupakan juga gelap mataku,
atau justru makin kurindu terang matamu
di dunia abu-abu yang menolak gairah
dan logika itu!
ya, begitulah kita terus berseteru
Yogyakarta, 2008
ABIGAIL CHRISTIE
aku telah mencintai bayang-bayangmu
di daun jendela
serupa Tuhan yang iri pada rupa
sehingga menciptakan semesta
yang dipantulkan rindunya
tapi kau menyelam dalam keangkuhan
alam benda yang elok, dan mengamsal
setiap organ tubuh sebagai properti semata
dalam duniamu yang bisu
denyut jantungku adalah kursi berdebu, dan
kecewa di hatiku hanyalah gelas pecah!
maka siang hari di dunia yang sunyi ini,
aku pun jadi sebatang kara
mengangankan rupamu yang sempurna
seperti bayangan pohon di halaman rumah
dan jika malam tiba,
aku hanya punya rasa
tak tersuarakan alam benda;
pemandangan menjadi gelap semua
padahal benda jatuh ada sebabnya
seperti cerita adam hawa
ah, seperti tuhan
kau telah menciptakan rupamu yang buta
sejak dunia dilahirkan kembali oleh bahasa;
ruang dan waktu dibentuk lagi oleh kata...
: kesakitanku menunggu firman
di bumi baru yang renta!
Yogyakarta, 2007-2008
SAJAK PUTIH
: kepada lia
di musim ini, aku telah menyimpanmu
sebagai nyanyian bersahaja di tengah kota
(berkelok menyusuri musi
sampai teduh selatku)
tapi pada musim mendatang,
sebelum hujan singgah
barangkali kau bakal menjelma getir doa
karenanya aku harus bergegas
menyiapkan mantel hujan
agar kita tak kedinginan
atau sakit saat cuaca tak ramah
mari berkemas
melawat setiap musim
yang mendahului tiba
agar sekalipun pada musim gugur paling pilu,
kau tampak begitu indah
di mana kita akan berjalan
di bawah jatuhan daun daun
yang menimbun rambutmu
lalu aku akan membersihkannya,
mungkin sembari membisikimu
kalimat mesra yang terdengar mirip doa
lia, di saat badai datang nanti
dan pintu pintu rumah mesti terkunci,
biarlah aku menerimamu sebagai doa
dan mengamsal setiap musim duka
jadi restu tuhan buat kita bercinta
Palembang-Bangka-Yogyakarta, 2008
EXPATRIA PRO ECCLESIA
--jan josef langenhoff
di akhir Juli, aku menjengukmu
dalam kenangan patah
hambar seperti roti tak beragi
aku melihatmu bergumam di tepi altar
bagai seorang santo yang sangsi
terbata menyelesaikan doa pagi
sementara jendela berornamen suci
menjaring bayang bayang matahari
langit Juli begitu pucat seperti kulitmu
sepanjang jalan ke kapel lebat oleh perdu
matamu, seperti mengajak ombak
berdebur di mataku
oh, demi tubuh kristus
yang terpancang di sungai selan,
aku telah berdoa bagimu
dalam bilik kanak-kanakku yang ragu
sembari membayangkan hujan
perlahan berlalu
seperti jejak para padri
yang membangunkan abad abad nyeri
di ujung ujung bumi dan tanah ini
hanya di akhir Juli, biarlah aku berkunjung
ke rabuk sejarahmu
menulis ulang semua nama orang suci
di dadaku yang degil, di kebun kebun lada
dan penambangan timah
agar sempurna kesangsianku pada kristus
yang tersalib lagi di punggungmu
Pangkalpinang-Yogyakarta, 2008
SERDADU PLASTIK
begitulah aku mengenang perang itu:
kalian berbaris gagah di dekat kaki meja;
ada genangan sup tumpah
kubayangkan lagi
tank-tank plastik yang bersiaga,
pesawat dan kapal laut berjaga
dalam sebuah pertempuran tak bernama
dengan kapur tulis
telah kutandai batas wilayah
yang terentang dari kolong meja ke lemari tua
sementara di bawah tangga kayu,
berdaulat lain negara
lalu bom pun berjatuhan
dari angan anganku
dan pesawat menderu lewat
dengan dengung dari mulutku
yang lebih mirip lebah
bukankah aneh rasanya,
mendengar kematian begitu girang
bernyanyi di hatimu?
kau hanya menatapku dengan
sepasang matamu yang buta
seolah ingin menegaskan
kalaulah pertempuran itu
permainan kanak-kanakku semata
ah, sosokmu tampak ringkih,
kuraba kakimu yang tinggal sebelah
dan alangkah kusam seragammu,
veteran celaka!
(begitulah aku merindukan perang itu:
siang sepulang sekolah, dan
aku belum mengerjakan pekerjaan rumah)
Belinyu-Yogyakarta, 2008
Sunlie Thomas Alexander lahir di Belinyu, Pulau Bangka, 7 Juni 1977. Belajar senirupa di Institut Seni Indonesia dan teologi-filsafat di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta sembari bergiat di Komunitas Rumahlebah dan Komunitas Ladang.