Sabtu, 24 Desember 2011

Sajak-sajak Mugya Syahreza Santosa


Sajak-sajak Mugya Syahreza Santosa Print
User Rating: / 0
PoorBest 
Minggu, 11 December 2011 00:00



Runcing Kuku Hujan



runcing kuku hujan yang menghitam

jadi bahasa yang tak pernah kekal.



rompang daun tercakar olehnya

kini menanggung perih musim.

tengkuk maut di liuk batang pohonan,

senyap mencerap

di pekuburan, menyalakan

bara mata kita.



begitu berangjangsana mereka

hanya ada marus angin

yang lesap ke arah sungai.



tirus batu tempat tiba menimpa

juga kecup pelipis

rumputan, akan dengan segera

meniadakan mereka.



tapi bilur dosanya di sekujur tubuh kita

tak akan pernah sementara adanya.



2011







Mata Bintik Kumbang Kepik



setengah leci mungil itu

bisa membuka diri,

serupa perisai renik baja.

mengayuh membelah dada udara.

merah menghimpun gilap

cahaya.



tak terintai oleh siapa-siapa

jatuh menimpa selajur

daun jagung saja.



merah cerah pada tubuhnya

arsenik mujarab, isyarat

bagi pemangsa abadinya,

burung dan laba-laba.



bila ia hinggap ke jari tangan

kita,

seperti permata cincin saja.

yang dapat menerka

jauh rezeki kelak menghampiri kita.



juga para petani yang diam-diam

mengharap jumlah ganjil

pada mata bintiknya.

yang tak genap, tak lebih dari tujuh saja

penanda musim panen raya

telah mustajab dalam doanya.



ah, kaki kecil mereka

seakan-akan tak pernah menemu

rintang belaka

menyusuri pucuk alang.

sebelum dikejutkan gedebuk

kaki tergesa kita,

ia mengawang dan hilang.

bara yang melayang-riang

di siang yang sejenak lagi akan lekang.



2011





Musim Liar Bekicot Lihai



seribu lamban hanyalah peram sabar

di lembut perutnya yang tergelar.

rayapan yang hapal setiap jengkal

curam jalan, serintang ranting

atau tanah basah oleh kerjap hujan.

tersilap lembab di antara batuan.



segan meninggalkan tilas diri

sungguh rapi,

ia tak ingin membawa

sebutir pasir sekalipun,

terkulum di dada halusnya

tempat liur terus mengucur.



perlahan mengintai hijau daunan

menghindar getah atau asin garam.

ia tak ingin ceroboh

menunaikan puncak santapan,

sepucuk kembang

atau malahan sebatang alang.



sungguh ia tangguh

memanggul penuh seluruh

cangkang tubuh.

dengan tak henti-henti

merapal doa penghindar duri

awas dari dosa serampangan kaki

tak lengah mendaki tangkai sunyi.



lebih ulung dari ular

yang menyeringai

bergelung di pokok pohonan.

lebih gigih dari kadal

yang percuma waktunya

habis untuk mengintai.



ia hisap secabik sari

pandan wangi yang kini ia hinggapi.

penguasa yang cergas

merampas-peras pati.

sebelum akhirnya derap kaki

kita tersadap pagi.

ia lebih dulu sembunyi,

menyusup kembali, terengkuh-rungkup

gaun kaku dan berpura-pura mati dilindas sepi.



2011





-----

Mugya Syahreza Santosa (Faisal Syahreza), lahir di Cianjur, 3 Mei 1987. Sekarang bekerja sebagai pekebun dan bersuntuk di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UPI Bandung dengan bergiat di ASAS UPI. Buku puisinya Hikayat Pemanen Kentang (2011). Puisinya dan tulisannya lainnya dimuat di berbagai media.


Share this post

 
Latest Articles