Sabtu, 18 Juni 2011

Esai M. Irsan


Copyright © 2003 Lampung Post. All rights reserved.
Minggu, 21 Juni 2009
Seksualitas dan Kritik Sosial

Dalam 'Lady Chatterley's Lover'

ALVABET menerbitkan terjemahan novel Lady Chatterley's Lover (LCL) karya penulis Inggris, David Herbert Lawrence (1885--1930). Sebuah novel yang pada masanya menimbulkan kontroversi. Tentang seksualitas dan kritik terhadap cara dan perilaku hidup masyarakat industri modern awal abad 20. Sejauh ini tidak ada gejolak, penolakan, ataupun pemboikotan dari pihak tertentu terhadap terjemahan novel ini.

Mungkin karena khalayak pembaca kita belum banyak yang tahu bagaimana novel ini begitu menggemparkan pada masanya di Amerika dan Inggris.

Bagi yang telah membaca versi bahasa Inggrisnya menemukan "keberanian" dan "kejujuran" Lawrence mengupas dalam-dalam suatu topik yang dianggap tabu untuk dibicarakan, yaitu seksualitas. Penggambaran seksualnya dengan kata-kata eksplisit, blak-blakan, tapi juga dibahas dan dikupas dalam-dalam (kesulitan dan pertimbangan pilihan kata yang merujuk ke nama-nama organ seksual dalam menerjemahkan novel ini memungkinkannya untuk memperhalus padanannya).

Pemakaian bahasa Inggris posh, berkelas dan elegan tapi juga menampilkan accent logat khas Inggris Midland, yang sering dianggap rendah (kesulitan dalam menerjemahkan novel ini tentunya ditemukan dalam hal logat khas Inggris ini, bahkan orang Inggris yang sudah terbiasa dengan bahasa Standard British akan sulit mengerti). Tema yang diusung apalagi sangat memungkinkan mengubah cara hidup dan struktur masyarakat. LCL adalah "novel terlarang" pada awal abad 20.

Topik "terlarang" seksualitas seperti kotak pandora. Membuka rahasia terpendam yang sering dibungkam oleh kekuasaan. Marquis de Sade di Prancis abad 18 harus dipenjara karena karya-karyanya yang berbau seksual. Hal yang sama juga terjadi pada penulis wanita Asia yang juga menuai pujian sekaligus kecaman.

Di India peraih Man's Booker Prize Arundhaty Roy dengan karyanya The God of Small Things. Di China ada Wei Hui dengan karyanya Shanghai Baby dan Chun Sue dengan Beijing Doll-nya. Dan di negeri kita yang sarat dengan kompleksitas hidup dan krisis ini, novel Saman-nya Ayu Utami dan Nayla-nya Maesa Djenar Ayu, juga sangat berani mengeksplorasi daerah selangkangan sebagai tema atau subtema dalam karya mereka. Menggembirakan, sepertinya iklim keterbukaan masyarakat sekarang terhadap hal-hal yang dulunya "terlarang" sudah apresiatif pada tingkat tertentu, khususnya masyarakat urban perkotaan terdidik.

Pada awalnya usaha Lawrence menerbitkan novel ini ditolak mentah-mentah. Keberanian dan kejujurannya dalam menggambarkan bagaimana seharusnya pria dan wanita sebagai manusia berhubungan seksual dianggap mengancam tata nilai yang berlaku saat itu. Penggunaan kata-kata yang memang ada, dipakai dalam bahasa, merujuk pada organ tubuh manusia dianggap suatu kecabulan (nasty, dirty, obscene). Lawrence pun berusaha menerbitkan sendiri di Itali, dan mendapat respons yang luar biasa, malahan juga dibajak. Pada akhir 1950-an, setelah melalui sidang pengadilan, barulah karyanya dinyatakan tidak pornografis.

Novelnya mendapatkan banyak pujian karena pencapaiannya menggugah kesadaran dan nilai manusia dari kebobrokan masyarakat modern. Dalam versi Prancis, novel ini dilayarlebarkan dan meraih Piala Cesar 2007--penghargaan setara Piala Oscar Prancis, dan meraih Film Terbaik. LCL menjadi salah satu Roman Klasik yang paling berpengaruh abad 21 yang temanya masih relevan dengan keadaan masyarakat sekarang.

Dalam versi bahasa Inggrisnya, novel LCL ini diawali oleh satu paragraf yang ditulis dalam bentuk waktu simple present, bukan simple past seperti layaknya cerita dalam bahasa Inggris. Seperti menjadi nubuat, ramalan bahwa apa yang terjadi dalam novel ini pada masa itu juga terjadi di masa sekarang. "Ours is essentially a tragic age, so we refuse to take ot tragically. We've got to live, no matter how many skies have fallen." (Zaman kita pada hakikatnya zaman yang tragis, maka kita menolaknya dengan tragis..Kita harus tetap hidup betapa pun langit telah runtuh).

Menolak tragisnya keadaan zaman dengan cara yang tragis juga. Kehampaan hidup seorang istri bangsawan muda memberontak dengan perselingkuhan, terjun ke lautan purba seksualitas nan murni untuk memenuhi keutuhan terdalamnya sebagai manusia. Melabrak nilai dan norma yang melingkupi masyarakat kelas atas yang hipokrat. Melawan mesin industri kapitalis masyarakat modern dengan kuasa uangnya yang telah melumpuhkan sisi kemanusiaan.

LCL dilatari oleh kondisi perbedaan strata sosial dan masyarakat industri Inggris pascaperang dunia pertama awal abad 20. LCL bercerita tentang ketidakbahagiaan Connie, seorang Lady istri bangsawan terhormat Clifford pemilik tambang batu bara, seorang Sir dari keluarga Chatterley, pewaris takhta keluarga Wragby Hall.

Kelumpuhan tubuh total dari daerah pinggang ke bawah Sir Clifford akibat perang membuatnya tidak mampu memberikan kebutuhan biologis, bahkan sentuhan rasa aman terdalam yang sangat dibutuhkan istrinya. Perselingkuhan sang Lady pun terjadi. Sangat menampar muka dingin arogansi kaum bangsawan, menggoyang sendi-sendi masyarakat aristokrat karena selingkuhan si istri bangsawan yang memberontak ini adalah Mellor, si penjaga hutan pribadi milik Sir Clifford dari orang kebanyakan.

Gugat cerai diajukan sang Lady yang telah membawa bibit bayi Mellor tapi tidak diberikan Clifford. Karena tradisi Katolik menegaskan: kalau Anda menikah, Anda menikah selamanya. Apa yang sudah dipersatukan Tuhan tidak bisa dipisahkan lagi. Keputusan ini diterima masyarakat. Di dalamnya terdapat ikatan kuat dan ini didukung dengan rasa harga diri bangga yang tinggi oleh para bangsawan aristokrat.

Akhirnya cerita berakhir dengan tidak selesai. Sang Lady dan selingkuhannya, Mellor, hanya bisa menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Apakah si penulis, Lawrence mengimplikasikan bahwa seks melebihi ikatan suci pernikahan? Apakah ia menganjurkan perselingkuhan? Seksualitas apa yang dimaksud, apakah hanya untuk pengumbaran nafsu syahwat belaka? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang Lawrence berusaha jawab. Memang bukan jawaban yang pasti yang tergambar dalam novelnya, tetapi lebih berupa pernyataan atau penegasan sikap dan pendirian dan harapan.

Walaupun seksualitas yang menjadi topik novel ini, sebenarnya Lawrence membidik dampak industrialisasi kapitalis terhadap individu, masyarakat dan lingkungan lah sasarannya. Malah dari awal cerita, pembaca akan dengan mudah mengetahui bagaimana industrialisasi merusak alam lingkungan. Melalui karakter Connie, Lawrence menuturkan kerusakan yang diakibatkan oleh cara hidup baru masyarakat modern.

Perubahan Inggris agraris menjadi Inggris industri. Ekspoitasi alam demi keuntungan uang yang didapatkan para juragan bangsawan dan keletihan lesu para pekerja tambang yang membuat mereka tidak tahu lagi caranya bersetubuh.

Dalam suatu perjalanan, Connie merenungi ini apa yang tengah terjadi dengan Inggris, "tempat ini menghasilkan ras baru manusia, yang terlalu peduli pada uang dan hal-hal yang berbau politik dan sosial, sedangkan sisi intuitif spontan mereka mati, mati sama sekali" (hlm. 325).

Kalau Connie dan Mellor berselingkuh untuk menghindari hiruk pikuk kegilaan masyarakat industri modern. Ironisnya, seksualitas dan perselingkuhan apa yang ditawarkan oleh masyarakat di era informasi super-modern sekarang? Kelihatannya sih seksualitas untuk komoditas industri dan uang.

M. Isran, pembaca sastra, instruktur bahasa Inggris LBPP LIA