Sabtu, 24 Desember 2011

Sajak-sajak Arya Winanda


Sajak-sajak Arya Winanda Print
User Rating: / 0
PoorBest 
Minggu, 28 August 2011 00:00


Lima Cincin Kawin
  1. 1   jari manis yang memar tertawan
    mendesah dalam merah semayam
  2. 2     tato di lengan pesakitan
        tatah pasal-pasal penghukuman 
3  gemerincing lonceng penggusah tikus atau anjing
semenjak terabai sekerat daging
  1. 4     loka ular yang lentik dan ranum
        tempat teduh menimbun racun
lain lagi, banyak nian
mungkin berlaku sebagian
bagi berjenis-jenis manusia
tidak muskil itu anda
namun
bukan untuk binatang
apatah lagi tumbuhan
mustahil kepada serangga
untuk saya
  1. 5   halo yang berpijar
         dan bayangan pekat
         lekat di pusarnya
         kerna si cermin: bulan
         gemar mencembungkan dada
namun tetaplah tanda
(semoga)
kolam cahaya
senantiasa
sudi setia
meski kini
suka sembunyi
di balik punggungnya
2008


Keindahan di Ruang Tamu
kucing hitam kencing di kaki kursi
berkilat matanya membangkitkan bulu
ketika aku yang abu-abu
                 menggonggong

menggetarkan 
kerongkong
 sejak perselisihan purba
           perseteruan merupa hijau padang
yang subur di garis paling tepi
              di wilayah perburuan
    sesekali layar sunyi dibentangkan
    saat bunga lalang putih berayun mekar
    gemetar dan pelan berhamburan
adalah lengking lambung
terompet paling genting
tergesa menghela pertempuran
sebagai tamu bertangkai—berbiji
kami saling mengerti
         bau teranyir
    paling memenuhi
                             udara di ruang ini
sebab itu kami rajin
mencipta pagar atau palang: tanda penghalang
agar kebencian sedikit mundur dan menumpul
meski jeruji semakin runcing
sebelum di barat matahari mengapung
dan cahaya lain mengepung
menghanyutkan tujuh ratus wajah kami
seperti sampan-sampan kecil nelayan
yang nampak terbang di bawah gelombang
sebab tiada pula permukaan
2008
Sang Majnun
sebab angan
ia tiba di sebuah stepa
tanpa letih ia menyuburkan 
dirinya dengan belukar sukar
tempat srigala dan anjing hutan
enggan menyantapnya
sebab ia terlampau liar
karena duri cahaya
yang meluapi dadanya
terlampau tinggi
bagi mata dan lengannya
ia lupa
telah membuka lubang dirinya
bagi sulur-sulur angin
sebab itu sebenarnya
mata memandang
tangan menjangkau
kaki menapak
tak ke manapun
    bukan ke apa pun
dicaci hujan
dibedaki debu
nyanyinya begitu merdu
hingga orang-orang memuja:
martir asmara
yang gagah
menempuh samsara
tubuhnya disucikan
didaulatkan kepadanya
majnun sebagai nama 
matanya teduh dan berair
namun membuat gatal
umpama lengkung-lepuh cacar air
yang tubuhnya pernah hapal
di mana sang bapa
telah memuaskan angin
menelusuri lubang-lubangnya
sebagai sulung
ia tak lebih
suling belaka
dititipi lagu
kencang melengking
oleh angkasa
kepada dirinya
agar tiada seorangpun
gegabah mendaku
sebagai pencinta
sebab jiwa amat terik
tiada sanggup memberi
terlalu haus meminta-minta
2009

----------
Arya Winanda, lahir di Kotabumi, Lampung Utara, 14 Juli 1980. Ia berhimpun di Komunitas Berkat Yakin dan menetap di Bandar Lampung. Buku puisinya Desis Ular (2011).

Share this post

 
Latest Articles