Sabtu, 24 Desember 2011

Sajak-sajak Kedung Darma Romansha


Sajak-sajak Kedung Darma Romansha Print
User Rating: / 0
PoorBest 
Sabtu, 06 August 2011 23:23
Hantu Burung-Burung
Aku datang ketika malam membunuhmu
Aku bawa kabar gerhana
Bagi penyair yang rindu bulan.

Di malam yang tuli
Aku patuki mata serdadu yang tidur
Penyair yang berjaga
Di pusat-pusat kota
Di lubang-lubang sunyi yang sempit
Di hatimu yang terjepit.

Yogyakarta, 2010



Ladang
Menu hari esok membusuk di dadaku
Keluar lewat air mata ibu
Dan keringat ayah
Tumbuhlah, tumbuhlah biji-bijian
Di ladang yang dulu ia tanam
Di tubuhku.

Sanggar Suto, 2009


Di Jalan Pelepasan
- Neng

Tak ada yang dibicarakan
Selain ketakutan dan kecemasan.
Jalanan yang sibuk
Trotoar yang hibuk
Menyimpan kisah kita diam-diam.

Bau parfummu masih lekat di kamarku
Mengepung sepi yang ribut di kepalaku.
Pelan-pelan tubuhmu mengambang
Diangkut kenangan
Di awal musim dingin
Yang menjatuhkan daun-daunnya di tanah kesepianku.
Sementara ladang kita becek oleh masa silam
Yang bikin kita jadi cengeng dan malas pulang.

Mari, istirahatlah sejenak di sini!
Di kalbu kita yang sama olengnya.

Jogja, 2008

Lelaki yang Duduk di Atap Reruntuhan
- Mei, Jogja

Setelah mengevakuasi rumah-rumah tanah
Dan doa yang terjebak tumpukan kayu-bata
Mereka kembali memanggul matahari.

Tidur dipeluk angin
Dan kutukan dari laut selatan
Yang setiap pagi menggedor-gedor tidurnya.

Ia hitung jumlah bulan
Dalam tumpukan utang.
Dan suatu saat nanti
Jika hari di mana ia harus mengevakuasi
Hati dan pikirannya sendiri.

Sanggar Suto, 2006


Lelucon Hujan
Hari ini hujannya nakal
Anak-anak lari ketakutan.
Mereka sembunyi dalam rumah,
Kolong jembatan, dan gubuk-gubuk sampah.
Kata emak,
Kalau hujan lebat dan banyak geledek
Jangan berdiam di tanah lapang
Mesti berlindung
Setidaknya di bawah pohon
Sebab bila di tanah lapang
Ada setan gundul menguntit dari belakang
Lantas petir itu akan menyambarnya.
"Menyambar siapa, Mak?"
"Setan gundul."
"Kenapa saya jadi ikutan kena?"
"Karena setan gundul iseng."
"Hanya iseng, Mak?"
Emak mengangguk dan mengusap kepalaku.

Aku senang main hujan-hujanan
Tapi kadang aku merasa ketakutan
Anginnya mabuk, menyaruki apa saja
Aku takut dilabraknya
Aku takut setan gundul menguntitku.
Nanti bila geledek menyambar
Sudah tentu aku kena imbasnya.

Mendung kelihatan angkuh dan sombong
Tak mau lagi berteman dengan petani
Ia bersekongkol dengan hujan
Merusak ladang-ladang petani.
Akibatnya petani jadi sedih.
Angin juga ikutan sombong
Ia tak mau lagi bermain denganku
Bila aku bersiul, ia sudah tak mau lagi mendengarnya.
Dulu lewat siulku aku bisa memanggil angin
Lalu menyuruhnya pergi.
Sekarang aku jadi tak mengerti
Semuanya terlihat mabuk
Kalian semua sombong
Kalian sudah tak mau lagi berteman denganku
Kalian jahat.

Tuhan, kenapa semua jahat padaku?

Sanggar Suto, 2008



----------
Kedung Darma Romansha, kelahiran Indramayu, 1984. Alumnus Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, UNY. Bergiat di Sanggar Suto, Rumah Poetika, dan Saturday Acting Club (SAC). Kini menetap di Krapyak Kulon, Yogyakarta. Karya-karyanya termuat di beberapa media massa dan antologi bersama. Segera terbit novel pertamanya Slindet dalam bentuk digital.

Share this post

 
Latest Articles